Pengalaman Mendaki Gunung Papandayan

Yang paling tampak kelelahan diantara kami cuma saya serta Erin, heheh telah ku katakan dimuka bila kami memanglah mountainering amatir. Namun kemauan kami telah bulat bakal merampungkan pendakian hingga akhir, walau berulang-kali saya serta erin berhenti lantaran kelelahan tap terus semangat untuk meneruskan perjalanan setelah sebelumnya menginap di salah satu Hotel di Garut.

Jalanan cukup terjal serta berbatu, asap belerang dimana-mana dengan bau yang menyengat. Dimana-mana tampak asap, kawah belerangpun masih tetap mendidih di ber-bagai tempat. Melipir kekanan kea rah puncak yaitu jalan yang dianjurkan oleh Fahry sebagai Tur Guide serta sweeper kami, dia senantiasa jalan di belakang kami sesudah tunjukkan rute jalan yang bakal dilewati. Namun mendadak saja Fahry telah ada jauh di depan kami, nyatanya dia melalui jalan yang belum pernah dilewati oleh orang.

Lebih kurang dua 1/2 jam perjalanan, pada akhirnya tiba juga ditempat yang di menuju yakni Taman Salada, beberapa ikhwan selekasnya membangun 2 tenda 1 untuk beberapa akhwat serta 1 lagi untuk beberapa ikhwannya. Sedang akhwat cuma sekedar duduk sembari melepas capek, cengar-cengir sembari nyeletuk kami bantu do’a saja ya dari sini…heheh rukhshoh ne : P
Sesudah tenda berdiri, Fahry segera tidur bukanlah di dalamnya namun diluar tenda. Saya serta Erin

berjalan-jalan di seputar Camping
Ground sembari berfoto-foto, saya lihat aliran air telah tak ada yang ada cuma selang-selang besar serta kecil yang menyalurkan air dari puncak gunung ke rumah warga. Ada bebrapa selang yang bocor, serta bocoran air dari selang tersebut yang dapat kami gunakan untuk semuakebutuhan sepanjang camping di sana.

Tak ada MCK!!! Wuaaaaaaahhhhh…. risi juga sih awal mulanya, namun heheh lama-lama umum juga. Saya mengutamakan pada diri sendiri untuk sedikit makan, lantaran bakal sangatlah ribet bila mau buang hajat.. Tak seperti itu juga sih tujuannya, cuma saja saya sendiri yang terasa sangatlah risih.

Makin malam makin dingin bahkan juga cuaca sangatlah dingin, lebih dingin dari waktu saya di Salabintana dahulu hingga sebagian waktu saya tak dapat tidur walau telah menggunakan pakaian tidak tipis, sarung tangan, kaos kaki serta sleepingbag. Lebih menyedihkan lagi si Erin yang alergi dengan dingin, dia menggigil selama malam, keaadannya sangatlah menghawatirkan malam itu. Mr. James, Mba Ida, serta Mr Steve mencari kayu bakar untuk api unggun sebanyak-banyaknya. Kemudian kayu itu dibakar dengan memakai ilalang kering, lumayan untuk mengusir dingin sesaat. Untuk menghangatkan badan kami bergerak selalu didekat perapian, lalu menyalakan kompor nesting yang telah dibawa dari rumah 2 buah untuk memasak nasi, mie, serta air. Ada yang request kopi, kopi jahe serta jahe murni. Suasananya cukup rame…ada sebagian tim yang baru datang, belum pernah mereka membangun tenda hujan telah mulai turun. Mereka turut berhimpun di tim kami untuk menghangatkan diri di depan perapian, sembari nikmati secangkir minuman hangat. Sesudah hujan reda tendapun selekasnya didirikan oleh mereka, sedang kami meneruskan menghangatkan tubuh di seputar api unggun.

Langit sebagian waktu cerah serta tidak lama kemudian kembali berkabut, situasi seperti itu berlangsung berkali-kali. Waktu cerah seperti di planetarium, bintang tampak sangatlah dekat…Subhanallaaaaaaaaaaaah…. indah sekalii!!!!!! Kami bertujuh rebahan diatas rumput sembari memandangi indahnya bintang di langit, namun sekian kali juga kami terasa kecewa lantaran selang 10 hingga 15 menit bertukar situasi jadi gelap gulita oleh kabut.

Pas jam 22. 00 kami masuk tenda untuk beristirahat, mba Ida yang memanglah tak berencana untuk bermalam cuma membawa perlengkapan seadanya. Namun dia katakan sih bila telah umum dengan cuaca seperti itu bahkan juga lebih dingin lagi waktu di Perancis heheh…. namun buktinya dia tak dapat tidur hingga pagi, bukan hanya Mba Ida saja sih Mr James, Mr Steve serta Aby juga yang kebetulan mereka tak membawa sleepingbag. Maaf ya…untuk yang satu ini saya tak dapat sharing…heheh, ini saja masih tetap merasa sangatlah dingin sekali. Jam 01. 00 saya terbangun lantaran karena sangat dinginnya, sedang Erin alerginya kambuh hingga mengigau sepajang malam.

Aby bangunkan kami jam 04. 00 untuk lihat sunrise, namun situasi diluar tenda berkabut tidak tipis hingga tak tampak seputar kami. Yaaaaahh…kami berdiam diri didalam tenda menanti kabut memudar, sembari menanti saya berwudhu dengan memakai persediaan air dari botol aqua yang dinginnya seperti baru dikeluarkan dari freezer. Kami sholat diluar tenda berjamaah Saya, Aby serta Fahry.

Kami membereskan perleng- kapan didalam tenda, packing tas lantaran bakal kami tinggal sesaat untuk memburu sunrise. Jam 05. 00 kami pergi menuju spot yang telah direncanakan oleh Aby serta Fahry, spot yang pas untuk mengintip sunrise cuma seputar 20 menit perjalanan untuk meraih tempat itu. Sesampainya disana kabutnya mendadak datang lagi kami menduga hari ini tak dapat melihat keindahan sunrise, namun nyatanya Allah masih tetap memberi peluang pada beberapa hamba-Nya ini untuk kagum pada kebesaran-Nya sunrisepun bisa kami nikmati. Alhamdulillah ya suatu hal sekali..

Kami tak melupakan sedetikpun pandangan kami ke arah puncak di mana sang surya bakal akan bergulir dari belakangnya sudah pasti sembari mengabadikannya di kamera. Cuma ada satu tim tampak terkecuali kami untuk melihat sunrise yang lain masih tetap ada di tenda semasing. Sesudah agak siang kami kembali pada tenda untuk bikin sarapan, Mr Steve serta Mba Ida berpamitan pada kami lantaran semalaman tak tidur cemas staminanya kurang kuat untuk meraih puncak Taman Edelweis sebagai maksud kami setelah itu. Untuk kenang-kenangan kami berfoto berbarengan sekian kali saat sebelum mereka pulang, ganti nomer ponsel, skype serta alamat e-mail. Mba Ida tawarkan penginapan gratis jika kami bertandang ke Perancis, WOW….. mungkinkah? Insyaallah…

Sesudah kepergian Mr Steve serta Mba Ida Saya serta Erin mu-lai memasak, pecel sayur serta nasi goreng…. ’tepok jidat’ gak nyambung banget kan gabungan makanannya, namun apa bisa buat dari pada lemes kelaperan? Mr James serta Aby mem-bongkar tenda sedang Fahry membersihkan perlengkapan yang kotor. Cuma memerlukan saat 30 menit saja, masakan itu telah siap untuk disantap kamipun dengan sedikit rakus selekasnya menyelesaikan seluruhnya yang sudah dimasak. Selekasnya kami membereskan seluruhnya barang bawaan, sesudah di rasa ready to go sudah pasti tanpa ada meninggalkan sampah sedikitpun di camping Ground itu kami menuruni puncak menuju puncak Tegal Alun di mana terdaapat Taman Edelweis. Melalui rimba ‘mati’ pohonnya mati karena aliran lahar waktu meletusnya gunung ini pada th. 2003 silam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *